Selasa, 07 Desember 2010

KEUTAMAAN VARIASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pendidikan yang dalam hal ini proses belajar mengajar ditentukan keberhasilannya oleh berbagai komponen belajar seperti pendidik/guru, peserta didik/siswa, materi pelajaran dan tujuan proses belajar mengajar. Bila hal-hal diatas telah terpenuhi dengan baik maka keberhasilan proses belajar mengajar besar harapan akan tercapai dengan baik berupa out put pendidikan yang sesuai dengan harapan tujuan pendidikan secara umum maupun secara khusus.
Namun tidak dipungkiri bahwa pada zaman sekarang ini khususnya di dalam proses pembelajaran adakalanya siswa, bahkan guru mengalami kejenuhan. Hal ini tentu menjadi problem bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk mengatasi kejenuhan itu perlu diciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar yang bervariasi sehingga kondisi di kelas tidak menjenuhkan bahkan siswa aktif di dalam proses pembelajaran tersebut.
Berangkat dari masalah diatas, maka dari itu kami melakukan study tentang “Keutamaan Variasi dalam proses Pembelajaran” yang kami susun dalam pembuatan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan variasi?
2. Sebutkan apa saja tujuan variasi di dalam proses pembelajaran?
3. Bagaimana prinsip penerapan variasi dalam proses pembelajaran?
4. Sebutkan dimensi-dimensi variasi yang ada di dalam proses pembelajaran?




BAB II
PEMBAHASAN
KEUTAMAAN VARIASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN
A. Pengertian Variasi
Menurut kamus ilmiah populer , variasi adalah selingan, selang-seling, atau pergantian. Udin S. Winataputra (2004) mengartikan variasi sebagai keanekaan yang membuat sesuatu tidak menoton. Variasi dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan untuk memberikan kesan yang unik. Misalnya dua model baju yang sama tetapi berbeda hiasaannya akan menimbulkan kesan unik bagi masing-masing model tersebut. Adapun variasi mengajar merupakan keanekaragaman dalam penyajian kegiatan mengajar.
Guru yang mampu menghadirkan proses pembelajaran yang bervariasi kemungkinan besar kejenuhan tidak akan terjadi. Kejenuhan siswa dalam memperoleh pelajaran yang diamati selama proses pembelajaran berlangsung seperti kurang, mengatuk, mengobrol dengan sesama teman atau pura-pura mau ke kamar kecil hanya untuk menghindari kebosanan. Karenanya, pembelajaran yang bervariasi sangat urgen sehngga situasi dan kondisi belajar mengajar berjalan normal.

B. Tujuan Variasi Dalam Proses Pembelajaran
Pupuh Fathurrahman dan M. Sobry Sutikno (2007) menjelaskan bahwa dalm konteks pembelajaran, variasi diperlukan dengan tujuan:
1. Agar Perhatian Siswa Meningkat
Selama proses belajar mengajar berlangsung, siswa dituntut untuk memperhatikan materi, sikap dan teladan yang diberikan guru. Apabila perhatian siswa berkurang apalagi tidak memperhatikan sama sekali, sulit diharapkan jika siswa mengetahui dan memahami apa yang diuraikan guru. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran akan tercapai manakala kendala-kendala di atas dapat teratasi, di samping siswa mau dan mampu mencerna pelajaran yang diberikan guru dengan penuh perhatian. Dengan perhatian penuh tersebut diharapkan siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan guru.
2. Memotivasi Siswa
Menurut George R. Terry motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang individu yang mendorongnya untuk bertindak. Sedangkan menurut Harold Koontz motivasi menunjukan dorongan dan usaha untuk memenuhi/memuaskan suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan. Olehkarena itu sesuai definisi tersebut didalam belajar guru dapat mengamati perbedaan prestasi siswa yang satu dengan yang lainnya. Hasil pengamatan niscaya akan menunjukan bahwa semakin tinggi prestasi yang dicapai seorang dicapai seorang siswa salah satunya terkait dengan besarnya motivasi yang ia miliki.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Siswa yang tidak memiliki motivasi belajar, dengan demikian tidak akan mendapatkan kualitas belajar dan prestasi yang baik. Selain sendiri harus menjaga motivasinya, guru juga hendaklah membantu siswa untuk menjaga dan meningkatkan motivasi belajarnya. Dalam konteks itulah variasi belajar yang dilakukan oleh guru berkontribusi besar untuk membantu siswa agar lebih termotivasi dalam belajar.
Memang terdapat banyak siswa memilih-milih pelajaran berdasarkan kesenangannya. Hal yang paling sering terjadi, siswa kurang termotivasi untuk belajar matematika. Hal ini terjadi bukan diebabkan oleh pandangan siswa bahwa matematika sulit tetapi kemungkinan guru matematika kurang mampu menampilkan pelajaran matematika dengan berbangai variasi.
Pada setiap siswa sesungguhnya memiliki potensi yang sama terhadap motivasi, atau lazim disebut degan “motivasi intrinsik” peranan guru dalam hal ini ada dua. Pertama, mempertebal motivasi intrinsik siswa. Kedua, guru merupakan faktor motivasi ektrinsik atau motivasi untuk belajar. Melalui pengajaran bervariasi itulah berarti guru telah mampu menghadirkan motivasi ektrinsik.
3. Menjaga Wibawa Guru
Guru hendaklah menyadari dahwa kehadirannya sewaktu megajar tidak seluruh siswa menyenanginya. Banyak guru yang kehaadirannya di kelas disambut degan senyum kecut, ditertawai, bahkan pedakalanya siswa mengunjing guru baik melalui singgungan (tidak langsung) atau menggunjing ketika guru itu selesai mengajar. Kondisi ini akan berpengaruh buruk terhadap penerimaan materi pelajaran oleh siswa. Dengan kata lain, siswa tidak akan optimal mengikuti dan memperoleh pengajaran dari guru.
Faktor ketidaksenangan siswa terhadap guru umumnya terjadi sebagai reaksi terhadap perilaku guru selama mengajar. Umpamanya, ketika mengajar guru duduk saja sehingga umpamanya siswa menyebutnya “Pak Ambeyen”. Atau guru hanya menggunakan ceramah saja sehingga tidak pernah melakukan tulis menulis di papan tulis sehingga umpamanya siswa menyebutnya “Tukang Obat”. Gunjingan tersebut dengan jelas merendahkan guru di mata siswa tetapi seorang guru harus menjadi panutan bagi siswanya.
Untuk menghindari berbagai kejadian yang dapat merendahkan wibawa guru, salah satunya guru harus mampu mengajar dengan penuh percaya diri, memilki kesiapan mental dan intelektual, memiliki kekayaan metode, keluasan tehnik, dan sebagainya. Dengan kata lain guru harus memilki bentuk dan model pengajaran yang bervariasi.
4. Mendorong Kelengkapan Fasilitas Pengajaran
Aspek lain yang sangat penting bagi kemampuan guru memiliki variasi mengajar bergantung dari ketersediaan fasilitas yang ada di kelas/sekolah. Sebab, sangat disadari bahwa fasilitas merupakan kelengkapan belajar yang harus ada di sekolah. Fungsi fasilitas antara lain sebagai alat bantu, peraga dan sumber belajar (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 1996). Jika guru mampu menghadirkan pengajaran yang bervariasi maka dengan sendirinya akan memicu sekolah menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung bagi penggunaan pengajaran yang bervariasi. Atau setidaknya siswa secara kreatif menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan ketika guru mengajar tersedia fasilitas yang memadai.
C. Prinsip-Prinsip Penggunaan Variasi Dalam Proses Pembelajaran
Ada tiga prinsip penerapan variasi dalam proses pembelajaran, berikut ini:
1. Variasi hendaknya digunakan dengan maksud tertentu, relevan dengan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan tingkat kemempuan siswa. Penggunaan variasi yang wajar dan beragam sangat dianjurkan. Sebaliknya, pemakaian yang berlebihan akan menimbulkan kebingungan, malah dapat mengganggu proses pembelajaran.
2. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu pelajaran.
3. Sejalan dengan prinsip 1 dan 2, komponen variasi tertentu memerlukan susunan dan perencanaan yang baik. Artinya, secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pembelajaran. Akan tetapi, apabila diperlukan komponen keterampilan tersebut dapat digunakan secara luwes dan spontan.

D. Dimensi-Dimensi Variasi Dalam Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, ada beberapa dimensi variasi yang harus diperhatikan, berikut ini:
1. Variasi Dalam Gaya Mengajar Guru
Variasi dalam gaya mengajar guru banyak sekali. Beberapa diantaranya yang termasuk dalam variasi gaya mengajar guru, sebagai berikut:
a. Penguatan Variasi Suara
Tidak dapat dipungkiri bahwa suara guru memiliki peranan penting dalam melahirkan kualitas variasi mengajar. Karena itu, intonasi, nada, volume, dan kecepatan suara guru perlu diatur dengan baik. Dalam hal ini termasuk perubahan nada suara yang keras menjadi lemah, dari tinggi menjadi rendah, dari cepat menjadi lambat, dari suara gembira menjadi sedih, atau disaat memberikan tekanan pada kata-kata tertentu.
Penekanan dilakukan kepada beberapa peristiwa atau kata kunci dalam materi pelajaran yang tengah disampaikan agar siswa memahami aspek-asoek yang terpenting dari materi pelajaran yang diterimanya. Umpamanya, guru menggunakan kalimat “sekali lagi bapak/ibu tekankan” atau “coba anda perhatikan” dan sebagainya.
b. Pemberian Waktu
Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa perlu diberi waktu untuk menelaah kembali atau mengorganisasikan pertanyaan-pertanyaan guru yang belum jelas.
c. Kontak Pandang
Untuk meningkatkan hubungan dengan siswa ketika guru menyampaikan materi pelajaran hendaklah berbagi pandangan kepada seluruh siswa dan tidak dibenarkan memandang kepada orang tertentu saja. Kontak pandang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi (seperti membesarkan mata tanda tercengang), atau dapat juga digunakan untuk mengetahui perhatian dan pemahaman siswa.
d. Gerakan Anggota Badan dan Mimik
Variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan kepala dan badan adalah aspek yang amat penting dalam berkomunikasi. Sehingga di dalam menyampaikan materi, seorang guru hendaklah tidak seperti patung (berdiri saja) atau tidak seperti orang yang lumpuh (duduk saja). Guru perlu bergerak di depan kelas. Gerakan ini penting agar merasakan kehadiran guru dalam setiap dirinya, seluruh ruang dan waktu.
e. Pindah Posisi
Perpindahan posisi selain bermanfaat bagi guru itu sendiri agar tidak jenuh, juga agar perhatian siswa tidak monoton. Dengan bergerak, berarti guru tidak berada dalam satu posisi saja, melainkan ia berpindah-pindah tetapi perpindahan tersebut harus sewajarnya tidak boleh berlebihan. Beberapa petunjuk praktis diantaranya:
1) Jangan membiasakan menerangkan sambil berjalan mondar mandir tetapi juga jangan membiasakan menerangkan sambil duduk saja.
2) Jangan membiasakan bergerak bebas dalam kelas, hal ini terkandung maksud sambil memberikan dorongan dan menanamkan rasa dekat dan sekaligus sambil mengontrol tingkah laku siswa.
3) Jangan membiasakan menerangkan selalu sambil menulis menghadap papan tulis.
2. Variasi Dalam Penggunaan Media
Ada tiga komponen dalam variasi media, yaitu media pandang (visual), media dengar (audio), dan media taktil. Ketiga media ini harus digunakan secara bervariasi dalam arti berganti-ganti bahkan mungkin ketiganya digunakan. Penggunaan variasi media ini karena besar kemungkinan tiap anak mempunyai kesenangan yang berbeda dalam menggunakan alat indera untuk belajar, maka pendekatan multiindera ini akan dapat memenuhi selera anak yang berbeda tersebut. Ketiga jenis variasi media tersebut, sebagai berikut:
a. Variasi Media Pandang
Media pandang adalah media yang dapat dilihat dengan panca indera. Media pandang merupakan hal yang sangat penting untuk diperkenalkan dan dipergunakan oleh guru ketika membelajarkan siswanya.
Media pandang sebagai media pengajaran diantaranya media buku, majalah, globe, peta, film, film strip, gambar, grafik, papan tulis, poster dan sebagainya. Media ini berguna untuk:
1) Membantu pemahaman konsep dan abstrak kepada penjelasan yang konkret;
2) Agar siswa memiliki perhatian optimal terhadap materi pembelajaran;
3) Membantu penumbuhan watak kreatif dan mandiri siswa;
4) Mengembangkan cara berfikir siswa yang konsisten dan berkesinambungan;
5) Memberikan pengalaman baru dan unik.
b. Variasi Media Dengar
Media dengar adalah media yang hanya dapat didengar saja atau berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan dituangkan kedalam lambang-lambang auditif baik verbal maupun non verbal. Misalnya radio, rekaman dan HP.
Guru yang hanya mengandalkan suara saja tampaknya tidak cukup bagi proses belajar sisiwa. Selain keras lemah, tinggi-rendah, cepat-lambat, dan gembira atau sedih dari kualtas suara suara yang dapat divariasikan oleh guru, lebih konsentrasi dan merasa ada pengalaman baru terhadap suara itu. Bisa saja guru merekam suaranya dirumah atau merekam suara lain yang patut didengarkan dan punya relevansi dengan materi pelajaran.
c. Variasi Media Taktil (media yang dapat diraba atau dimanipulasi)
Media taktil merupakan media pembelajaran yang dapat disentuh, diraba, atau dimanipulasikan. Dalam hal ini akan melibatkan siswa dalam kegiatan penyusunan atau pembuatan model, yang dihasilkan dapat disebut sebagai media taktil.meia seperti model, patung, alat mainan, binatang hidup yang kecil, dan s bagainya, dapat diberikan kepada siswa untuk diraba dan dimanipulasi. Penggunaan media ini pada dasarnya merangsang siswa untuk kreatif.
3. Variasi Pola Interaksi
Variasi dalam pola interaksi yang lazim dilakukan guru menurut Nana Sudjana (1989), yaitu:
a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah. Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberiaksi dan siswa sebagai penerima aki. Guru aktif dan siswa pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah,atau komunikasi segai aksi.
b. Komunikasi sebagai interaksiatau komunikasi dua arah. Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu pemberi aksi dan penerima aksi. Di sini, sudah terlihat hubungan du arah, tetapi terbatas antara siswa dan guru secara individual. Keduanya dapat saling memberi dan meneima. Komunikasi ini lebih baik dari pada yang pertamagiatan guru dan kegiatan siswa relatif sama.
c. Kominikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa yang satu dengan yang lainya. Proses beajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belaja aktif. Diskusi, simulasi merupakan strategiyang dapat mengembangkan komunikasi ini.
Dalam pola interaksi, guru bisa menggunaan metode pembelajaran secara berviasi, tentunya harus di sesuaikan dengan tujuan, materi pembelajaran serta situasi dan konsisi. Susunan atau bentuk kelas dapat di rubahsesuai dengan kegiatan belajar tertentu. Dalam kegiatan diskusi, susunan meja melingkar lebih cocok dari pada susunan klasik dengan meja-meja siswa berderet ke belakang dan meja guu terletak di depan kelas. Belajar bebas(sendiri)dapat diatur diasalah satu pojok yang disediakan untuk itu, bila mungkin, diruang khusus dalam perpustakaan.























BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil simpulan:
1. Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Bahkan dapat berwujud perubahan-perubahan atau perbedaan-perbedaan yang sengaja diciptakan untuk memberikan kesan yang unik.
2. Tujuan variasi dalam proses pembelajaran diantaranya agar perhatian siswa meningkat, memotivasi siswa, menjaga wibawa guru dan mendorong kelengkapan fasilitas pengajaran.
3. Prinsip variasi dalam proses pembelajaran ada tiga diantaranya Pertama, variasi hendaknya digunakan dengan maksud tertentu, relevan dengan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Kedua, variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu pelajaran. Ketiga, sejalan dengan kedua prinsip yang telah disebutkan maka komponen variasi tertentu memerlukan susunan dan perencanaa yang baik.
4. Dimensi-dimensi variasi dalam proses pembelajarannya diantaranya ada variasi dalam gaya mengajar guru dan variasi dalam penggunaan media.











DAFTAR PUSTAKA

Afifudun dkk. 2004. Administrasi Penddidikan. Bandung. Insan Mandiri Offset.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fathurrahman, Pupuh dan Sutikno Sobry. 2007. Strategi Belajar Mengajar (Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami). Bandung: Refika Aditama.
Koontz, Harold. 1980. Management. Tokya: Kogakhusa, Ltd.
Siagian, Sondang P. 1986. Analisa serta Perumusan Kebijaksanaan dan Strategi Organisasi. Jakarta: Gunung Agung.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Sutikno, Sobry dan Rosyidah, Ida. 2009. Media Pembelajran.Bandung: Prospect.
Winata putra, Udin S. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Universitas Terbuka.

MERENCANAKAN KARIER SISWA

MERENCANAKAN KARIER SISWA
DATA statistik menyatakan 41,2% dari total jumlah penganguran di indonesia adalah pelajar. Adapao dengan pelajar indonesia ? Apakah dunia pendidikan yang tidak mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan ? apakah selama di bangku sekekolah mereka tidak belajar ?
Bersekolah atau menjalani study adalah jembatan emas yang akan mengantarkan pelajr ke dunia profesi dan masa depan yang cerah.
Setelah menyelesaikan study, pelajar pasti memasuki dunia profesi dan pekerjaan yang sangat kontitif dan berbeda dengan dunia pendidikan. Dunia sekolah begitu indah dengan membawa romantika yang berbunga-bunga bagi setiap anak. Sementara dunia pekerja penuh dengan persaingandan seni untuk mengembangkan profesi.
Berdasarkan hasil penilitian para ahli, pelajar tidak memiliki rencana karir yag jelas. Kemana mereka akan pergi ketika setelah study ? pekerjaan, profesi apa yag akan mereka digeluti setelah tamat ? tidak di pikirkan scara matang di bangku sekolah.
Dengan demikian, peran orang tua dan guru di sekolah hendaknya menjadi pasilator bagi mereka agar mereka berkembang secara optimal sesuai denagn potensi, bakat, minat, dan prestasi yang dimiliki mereka. Terlebih bagi guru yang mempunyai peran untuk mengantarkan mereka ke masa depan yang tangtangannya jauh berbeda dengan keadaan sekarang.
Di negara maju, para orang tua sudah membiasakan anaknya merencanakan masa depan ketika kecil. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama mempelajari kehidupan telah terbiasa apa yang disebut “perencanaan” (Planning).
Anak-anak di negara maju telah belajar dari orang tua mereka tentang pentingnya dan keterampilan merencanakan masa depan. Perancanaan yang disusunnya, maka hari-hari yang di lalui sang anak merupakan upaya dan ikhtiar mewujudkan tujuan dan rencana yang telah di buatnya.
Berbeda dengan anak-anak di negara berkembang seperti indonesia. Anak-anak belum terbiasa dan tidak aktip dan trampil membuat rencana. Hari-harinya diisi dengan aktipitas atau kegiatan yang tidak terarah. Biasanya asal ikut aja. Ada juga yang mengahbiskan waktu dengan kegiatan bermain tanpa tujuan. Bahkan banyak yang mengisi waktu dengan kegiatan hura-hura serta membahayakanmasa depan mereka, seperti tawuran, nongkrong di jalan/ gang, atau menjadi anggota geng motor.
Mengingat betapa pentingnya masalah karir dalam kehidupan manusia, maka sejak dini anak perlu dipersiapkan dan dibantu untuk merencanakan hari depan yang cerah, dengan cara memberikan pendidikan dan bingingan karier yang berkelanjutan.
Ada beberapa materi bingbingan karier Ada beberapa materi bingbingan yang dapat diberikan, yaitu menjelaskan manfaat mencontohkan orang-orang yang berhasil, melatih siswa menggambarkan kehidupan yang akan datang, membingbing diskusi pekerjaan wanita dan pria, menjelaskan jenis-jenis keterampilan dengan dikaitan dalam pekerjaan yang tertentu, melatih siswa membayangkan hal yang akan dilakukan pada 25 tahun kelak, membingbing siswa tentang macam-macam gaya hidup dan pengaruhnya, melatih siswa dalam merencanakan pekerjaan apa yang cocok pada masa dewasa atau pun remaja, membingbing siswa berdidskusi tentang pengaruh pekerjaan orang terhadap kehidupan, melatih siswa melihat hubungan antara minat dan kemampuan, dan kan macam-macam pekerjaan yang ada di lingkungan sekitar.
Selain itu, dalam pemberiaan bingbingan perlu pula penyesuaiaan dengan karakteristik dan usia anak. Sebab menurut para ahli pada usia remaja ada empat tahappan yang dimiliki sang anak.
1. Sub tahap minat (interest) usia anak sekitar 11-12 tahun, pada masa ini anak cenderung melakukna pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan hanya sesuai dengan minat atau kesukaan mereka;
2. Sub tahap kapasitas (vapicity) (13-14 Tahun) anak mulai melakukan pekerjaan atau kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, disamping minat dan kesukaannya;
3. Sub tahap nilai (values) (15-16 Tahun) anak suadah membedakan mana kegiatan/ pekerjaan dihargai oleh masyarakat, dan mana yang kurang dihargai; dan
4. Sub tahap transisi (transition) (17-18 tahun ) anak sudah mampu memikirkan atau “merencanakan” karier mereka berdasarkan minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.
Mudah-mudahan upaya pemberian bingbingan karier yang sesuai dengan karakteristik siswa dapat memberikan panduan untuk meniti karier yang lebih jelas dan dan mempunyai panduandalam menyonsong masa depan.








UUS FIRDAUS S.Pd
Guru SMP Negri 1 Paseh Kabupaten Bandung
“Tribun Jabar” Jum’at 22 Januari 2010

Seorang guru adalah sebagai pembimbing yang dapat membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya

Seorang guru adalah sebagai pembimbing yang dapat membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab secara maksimum terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat
Metode Coorperative Learning
Sistem pembelajaran gotong royong atau cooperative learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesame siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.
Metode Direct Learning
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi)
Metode Problem Based Learning
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Metode Contextual Teaching and learning
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa, sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indokator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara)
Metode Problem Solving
Metode Pendidikan Islam ini, merupakan pelatihan anak didik yang dihadapkan dengan berbagai masalah dan merupakan cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya. Metode ini dapat dikembangkan melalui teknik simulasi. Dalam metode ini, cara penguasaan keterampilan yang lebih dominan di bandingkan dengan pengembangan mental – intelektual, sehingga terdapat kelemahan yakni perkembangan pikiran anak didik mungkin hanya terbatas pada kerangka yang sudah tetap dan akhirnya bersifat mekanistik
Pada dasarnya metode yang dipakai dalam pendidikan secara umum tidak beda jauh dengan metode yang dipakai dalam pendidikan agama islam. Metode-metode yang dipakai dalam pendidikan agama islam banyak macamnya dan tentu saja dapat kita kembanagkan. Abdur-Rahaman an-Nahlawi mengemukakan beberapa metode pendidikan islam sebagaimana berikut :
Metode hiwar (percakapan) Sedangkan A. Patoni menyebutkan lima belas metode yang bisa dipakai dalam pendidikan agama islam yakni :metode ceramah, tanya jawab, diskusi/ musyawarah atau sarasehan, tugas, permainan dan simulasi, latihan siap, demonstrasi dan eksperimen, karya wisata , kerja kelompok, sosiodrama dan bermain peran, sistem belajar beregu, pemecahan masalah, proyek dan unit, uswatun khasanah, dan metode anugerah. Secara garis besar beberapa ahli juga menjelaskan hal yang sama tentang metode-metode yang bisa dipakai dalam pendidikan sebagaimana yang kami sebutkan diatas. Dan disini kami akan mencoba menjelaskan beberapa metode sebagaimana yang kami sebut diatas.
Metode Ceramah, Metode ini sering juga disebut sebagai ”one man show method” merupakan bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh seseorang terhadap sekelompok pendengar. Seorang guru yang mampu berceramah dengan baik akan menjadikan materi yang disampaikan lebih menarik, Memberikan pengalaman keada murid untuk belajar mendengar dan memahami dengan baik perkataan orang lain, Memberi pengalaman kepada murid untuk membuat catatan-catatan kecil (membuat ringkasan), Materi yang ddisusun dengan sisitematis dapat dapat menghemat waktu belajar, Namun demikian metode ini juga memiliki kelemahan.Kelemahan metode ini adalah: Perhatian murid hanya pada guru dan terkadang guru dianggap paling benar. Sehingga dalam metode ini gurulah yang aktif, Terdapat unsur paksaaan, yakni murid harus mendengar apa yang disampaikan guru dan menganggapnya benar setiap jalan fikiran guru.
Metode Tanya Jawab, Metode ini merupakan metode yang memungkikan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic. Metode yang biasanya dipadukan dengan metode ceramah ini mempunyai fungsi sebgai tolak ukur utuk mengetahui tingkat pemahaman siswa serta untuk memberikan latihan dan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terhadap materi yang belum dikuasai. Sikap guru dalam menerima jawaban dari anak didik adalah jangan mematahkan semangat serta jangan terlalau menonjolkan kesalahan murid yangdapat mengurangi harga dirinya didepan yang lain.
Metode Diskusi/ Musyawarah merupakan metode dengan jalan saling tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu. Fungsi dari diskusi adalah utnuk merangsang murid untuk berfikir dan mengeluarka pendapatnya sendiri, serta ikut menymbangkan fikiran dalam suatu masalah.
Metode Tugas, Yakni suatu cara dimana dalam proses belajar mengajar guru memberikan tugas tertentu kepada murid untuk dikejakan yang kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru tersebut. Keistimewaan metode ini adalah : Murid-murid berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab, dan berdiri sendiri.
Metode Permainan Dan Simulasi, Metode ini merupakan bentuk pendidikan dengan menduplikasikan bagian-bagian peting dalam bentuk yang sesungguhnya kedalam bentuk permainan. Simulasi merupakan cara menjelaskan sesuatu mellaui perbuatan yang bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebanarnya. Bentuk dari permaiana simulasi ada beberapa macam antara lain : micro teaching (latihan mengajar oleh siswa kepada teman-teman calon guru), sosiodrama, psikodrama, simulasi game, role playing. Metode ini merupakan metode yang dipakai jika seorang guru bertujuan unutk melatih siswa berbaur dalam masyarakat dengan berbagai problematikanya. Sehingga siswa belajar untuk bertindak dan bertingkah laku dalam situasi sosial tertentu.
Metode Demonstrasi Dan Eksperimen, Demonstrasi merupakan metode dengan jalan pengajar memperlihatkan suatu proses kepada anak didik. Sedangkan eksperimen merupakan metode engan jalan memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengerjakan serta mengamati proses dan hasilyang dikerjakannya. Dalam pendidikan agma metode ini bisa dipakai untuk menjelaskan tentang mengurus mayat, tata cara ibadah haji, dan sebagainya.
Metode Kerja Kelompok, Yakni dengan memandang anak didik kedalam satu kelompok sebagai satu kesatuan tersendiri, untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan gotong royong. Sebagai metode interaksi edukatif, kerja kelompok dapat diterapkan utnuk berbgai bahan atau materi pelajaran untuk berbagai macam tjuan proses belajar-mengajar.
Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) Yakni metode pendidikan dengan menyajikan bahan pelajaran dengan mengajak dan memotivasi siswa untuk memecahkan masalah dalam kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar. Metode ini sangat baik untuk melatih siawa berfikir kritis dan dinamis terhadap suatu masalah tertentu
Pada dasarnya metode-metode yang kami jelaskan diatas merupakan pilihan yang tentunya masih dapat dikembangkan. Dan tentunya metode-metode yang dianggap baik masih bisa kita gnakan dalam proses interaksi edukasi. Metode-metode diatas dengan berbagai tujuan yang hendak dicapainya bukanlah metode-metode yang berdiri sendiri melainkan metode-metode yang perlu untuk dikolaborasikan shingga proses interaksi edukasi yang ada akan lebih menarik lagi. Untuk itu diperlukan kreatifitas dari pendidik dalam menggunakan metode-metode tersebut.

POTRET KONSTRUKSI PENDIDIKAN KARAKTER

POTRET KONSTRUKSI PENDIDIKAN KARAKTER
(Kajian atas Lembaga Pendidikan di Jawa Barat)
Dr H Dindin Jamaluddin M Ag
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung


A. PENDAHULUAN: TENTANG MADRASAH DAN PESANTREN

Memperbincangkan madrasah kerap kali disandingkan dengan Madrasah Nidzamiyah di Baghdad. Lembaga pendidikan tersebut menjadi prototype madrasah di dunia muslim. Kemasyhuran Madrasah Nidzamiyah dapat diakui oleh peradaban dunia, karena –disamping faktor lainnya- keberpihakan penentu kebijakan (pemerintah) terhadap peningkatan dan pengembangan lembaga tersebut sangat signifikan. Secara tidak langsung, langkah-langkah tersebut membentuk Madrasah Nidzamiyah menjadi bagian penting dari peradaban dunia pendidikan -Islam khususnya-.
Keberpihakan terhadap dunia pendidikan, memberikan arti penting terhadap peradaban manusia. Telah banyak dibuktikan, bahwa kualitas kesejarahan umat atau manusia akan ditentukan oleh sejauhmana pendidikan memberikan nilai keberhasilan pendidikan dalam sejarah manusia itu sendiri. Maka, tidak mengherankan, jika tingginya peradaban di belahan bumi ini, ditentukan oleh sejauhmana political will serta concern terhadap pendidikan.
Berdasar pada penelitian terakhir dari Hasan Ibrahim Hasan dan Richard Bulliet, disampaikan bahwa Madrasah Nidzamiyah bukanlah Madrasah yang pertama kali hadir dalam lembaran sejarah pendidikan Islam. Di belahan dunia lain, khususnya di Nisyapur, India telah banyak berkembang lembaga pendidikan dengan istilah madrasah, salah satunya adalah Madrasah Bayhaqiyyah. Hasil penelitian tersebut, tidak saja memberikan nuansa baru dalam perbincangan tentang madrasah. Lebih dari itu, akan memulai kajian-kajian baru yang lebih mendalam mengenai madrasah itu sendiri.
Mengenai hal tersebut, Azra mengusulkan harus ada kajian lain tentang madrasah. Asalnya pembahasan mengenai madrasah masih berkutat pada deskripsi dan uraian yang cenderung ensiklopedik dan naratif. Yakni lebih banyak menggambarkan hal ihwal yang berkaitan dengan data-data semata. Selanjutnya, perlu digunakan pendekatan baru yang lebih luas, analitik dan interpretatif. Pendekatan itulah yang Azra sebut sebagai pendekatan sejarah sosial pendidikan Islam. Dengan pendekatan ini, yang dibahas tidak hanya entitas madrasahnya semata. Lebih dari itu, hal ihwal yang berkaitan erat baik langsung maupun tidak langsung perlu menjadi entri point penelitian tentang madrasah.
Dalam lingkup pendidikan di Indonesia yang “masih” dua atap. Tanggung jawab madrasah memang terasa berat. Satu sisi ia harus menjadi bagian dari pendidikan keagamaan yang merupakan subsistem dari sistem pendidikan nasional, yang eksistensinya disebutkan dalam pasal 11 ayat 6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989: "Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan". Bahkan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) ditetapkan juga sebagai pelaksana program wajib belajar setingkat SD/SLTP, sedangkan Madrasah Aliyah (MA) sebagai SMU. Dan di sisi lain, madrasah juga berfungsi sebagai pelaksana pendidikan dasar dan menengah umum, yang berarti harus mengajarkan bahan kajian sama dengan sekolah umum. Hal itu dimulai sejak adanya SKB 3 Menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) tahun 1975. Kemudian SKB ini dikuatkan lagi dengan PP No 28 tahun 1990, SK Mendikbud No 0487/U/1992 dan No 054/U/1993. SK-SK ini ditindaklanjuti dengan SK Menag No 368 dan 369 tentang penyelenggaraan MI dan MTs.
Pendeknya, tujuan yang dihadapi oleh madrasah seperti menjemput “impian”. Tidak saja bagaimana mempertemukan “dua” kutub yang selama ini berada pada tempatnya masing-masing, yakni ilmu agama dan ilmu umum. Hal yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan generasi-generasi yang berkarakter. Pertanyaan retoris dari Azra adalah, apakah asa itu realistis dan viable bagi madrasah?
Pembahasan selanjutnya adalah tentang pesantren. Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad, Nurcholis Madjid menyebutkan, bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi.
Untuk meringkas bahasan tentang pesantren yang dikaitkan dengan judul makalah ini, penulis kutip pernyataan dari Ketua PB NU Said Aqil Siradj, yakni:
Dengan pola kehidupannya yang unik, pesantren mampu bertahan selama berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri. Dalam jangka panjang, pesantren berada dalam kedudukan kultural yang relatif lebih kuat dari pada masyarakat di sekitarnya. Kedudukan ini dapat dilihat dari kemampuan pesantren untuk melakukan transformasi total dalam sikap hidup masyarakat sekitarnya, tanpa ia sendiri mengorbankan identitas dirinya. Pola pertumbuhan di hampir setiap pesantren menunjukkan gejala kemampuan melakukan perubahan total itu.
Kebebasan relatif pondok pesantren dari intervensi eksternal dalam skala besar telah memberikan ruang untuk melakukan transformasi yang dibutuhkan bagi eksperimentasi dengan ide-ide dan gagasan para pemikir. Kebebasan relatif hasil dari keterampilan pesantren untuk merespons metode konstruktif dari tantangan eksternal seperti sistem sekolah Barat, adalah situasi otonomi yang diberikan oleh pesantren dan cukup fleksibel dalam rangka memelopori konsep pendidikan baru. Dalam perspektif kebudayaan, melaksanakan peraturan pelengkap dengan kesadaran ideologis memberikan landasan kuat untuk transformasi sosial yang fundamental dan dibutuhkan oleh negara di masa depan.











B. PENDIDIKAN KARAKTER

Belakangan ini, kajian tentang civil society dan keresahan pendidikan Nasional merupakan wacana yang sedang hangat dibicarakan. Slogan demi slogan yang dikumandangakan mencoba mengacu pada cita-cita untuk membangun ”Indonesia Baru”. Lalu bermunculanlah berbagai bentuk konsep untuk membangun cita-cita yang dimaksud. Dengan arus globalisasi sekarang ini, madrasah di Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan yang begitu besar. Tantangan tersebut acap kali berimplikasi pada pergeseran nilai-nilai keagamaan ataupun nilai-nilai kebudayaan yang telah eksis di tengah-tengah masyarakat.
Tanggal 2 Mei 2010 yang lalu, Mendiknas RI mendeklarasikan dimulainya pendidikan karakter bangsa. Mencuatnya gagasan tersebut, tentu saja bukan merupakan ide instant, melainkan bagian dari proses panjang keresahan atas fenomena-fenomena yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Yang menjadi kekhawatiran adalah bukan fakta di level akar rumput, lebih dari itu yang lebih ironis ialah di tingkat elit. Notabene mereka dalah orang-orang yang mendapatkan pendidikan tinggi, tapi jauh dari apa yang diharapkan dari tujuan mulia pendidikan itu sendiri.
Ahmad Tafsir merespons deklarasi pendidikan karakter bangsa itu dengan pernyataannya bahwa momentum itu, harus disambut dengan penuh antusias. Tafsir menambahkan, agar deklarasi itu mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, yaitu memperbaiki karakter orang Indonesia, dan hendaknya deklarasi itu tidak sekedar deklarasi, bukan sekedar mengingatkan, deklarasi itu harus diikuti oleh pencanangan perubahan paradigma, yaitu berpindah dari paradigma bahwa pendidikan akhlak hanya oleh guru agama dan PKn ke paradigma bahwa pendidikan karakter itu adalah tugas semua aparat yang terkait dengan murid.
Terminology karekter itu sendiri perlu diproporsikan dengan tepat, karena kerap terjadi kekisruhan. Menurut Fuad Wahab tidak sedikit yang mengatakan bahwa istilah karakter sama dengan istilah akhlak dalam pandangan Islam. Dalam berbagai kamus; karakter (character) dalam bahasa Arab diartikan: khuluq, sajiyyah, thab’u, yang dalam bahasa Indonesia biasa diterjemahkan; budi pekerti, tabiat dan watak. Ada juga yang mengartikan sebagai syakhshiyyah, yang lebih dekat pengertiannya kepada personality yang merupakan kumpulan dari berbagai aspek.
Selanjutnya Fuad Wahab menjelaskan karakteristik akhlak Islam punya, di antaranya:
1. Al-khairoh al-muthlaqoh. Perbuatan kebaikan yang terhindar dari ego perorangan, tidak mengunggulkan sebagian manusia dari yang lainnya, atau merespon keinginan hawa nafsu dan tuntutan lingkungan dan relasi. Yang melakukan kebaikan atau meninggalkan perbuatan buruk tidak mengharapkan balasan dari sesama manusia, tidak pula menjadikannya sebagai tangga meraih kekuasaan atau karena ingin terkenal. Hal ini dikarenakan balasan yang paling memadai adalah dari Allah, dan kebaikan hendaknya dilakukan semata menggapai ridlo-Nya. Bandingkan dengan sifat terpuji alkarom pada masa Arab Jahiliyah.
2. Al-sholahiyyah al-‘aamah. Kebaikan akhlak Islam bisa dilakukan semua orang di setiap masa dan tempat, dikarenakan; mudah, gampang, tidak rumit, adil, tidak merusak, dan tidak menuntut sesuatu yang tidak mampu dilakukan. Keutamaan yang membuat hati damai dan tentram. Hati nurani menyambutnya, dan akal sehat mendukungnya. Perhatikan Firman Allah: Allah meghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S.al-Baqarah:185) Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S.al-Baqarah:286) Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. (Q.S.al-An’am:152) Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, pada manusia (Q.S.al-Haj:65)
3. Al-Tsabat. Permanen tidak berubah, dikaranakan lahir dari Dzat Yang Maha Tahu tentang manusia.
4. Al-Iljam al-Mustajab. Akhlak Islam memberikan kekuatan untuk dipatuhi dalam berbagai keadaan. Dalam keadaan menyendiri atau banyak orang, dalam keadaan lapang dan sempit. Hal ini dikarenakan yang mengawasinya adalah Alah Yang tidak mengantuk dan tidak tidur, tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi. Semua; dipersembahkan untuk Sang kekasih yang ditaati.

Pada sisi lain, perlu diperhatikan indikator-indikator pendidikan karakter dari penggagas pendidikan karakter itu sendiri. Pedagog Jerman FW Foerster (1869-1966), -sebagai orang yang mencetuskan pendidikan karakter sebagai reaksi atas kejumudan berbagai teori pedagogi-, mengatakan bahwa ciri dasar pendidikan karakter ada 4 yaitu:
1. Keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai.
2. Koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko.
3. Otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan pihak lain.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.













C. OBJEK KAJIAN; LEMBAGA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

Objek kajian ini mengambil tema besar lembaga pendidikan Islam di Jawa Barat. Tentu saja sebagaimana dipaparkan pada bab awal, mengenai absurditas pesantren madrasah. Akhirnya –menurut penulis-, lembaga pendidikan Islam harus “menyerah” dengan memasukkan pola madrasah pada mekanisme pendidikan awalnya, yakni pesantren. Pengambilan data dari objek kajian ini dilakukan akhir tahun 2009 dan awal 2010. Mengenai lembaga pendidikan di Jawa Barat, tentu yang dimaksud tidak mencakup keseluruhan yang ada, akan tetapi yang penulis anggap mewakili tipologi pesantren yang membentuk karakter masyarakat Jawa Barat.

1. Pesantren ar-Riadh, Cianjur
Didirikan oleh K. H. Enoh Muqoddas (alm) pada sekitar tahun 1950-an di daerah Pacet. Awalnya lembaga pendidikan yang didirikannya adalah murni pesantren, akan tetapi lama-kelamaan, dan merupakan bagian dari kontekstualisasi, maka sekarang terdapat 9 unit bentuk pendidikan di bawah yayasan ar-Riadh. Artinya, dikotomisasi pesantren dan madrasah menjadi sangat tipis dalam konteks lembaga pendidikan di Indonesia –walaupun tentu saja kajian sejarahnya memiliki catatan masing-masing-.
Perlu diperhatikan visi misi dari pesantren ini, yakni; Visi; Terwujudnya lulusan yang bermulti kecerdasan, keterampilan hidup dan berakhlakul karimah. Sedangkan misinya, adalah:
a. Menciptakan iklim pembelajaran yang efektif sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan
b. Menciptakan lingkungan belajar yang berkultur salafi, modernis dalam pemikiran dan santun dalam berperilaku.
c. Menumbuhkembangkan semangat keunggulan, patriotism, nasionalisme, dan religisitas.
d. Mengembangkan pembinaan mutu terhadap seluruh warga pondok dan madrasah.
Penjabaran dari visi misi di atas, terletak pada karakteristik yang dimiliki oleh setiap lembaga pendidikan. Dalam kasus ar-Riadh, Cianjur ini, adalah:
a. Integrasi antara kajian salaf dan khalaf diupayakan semaksimal mungkin.
b. Meminimalisir potensi syahwat, adalah dengan memisahkan proses pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Kecuali pada momentum tertentu disatukan.
c. Disiplin menjadi penting dalam pembentukan akhlak santri.

2. Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya
Didirikan oleh K.H. Choer Affandi (Alm), yang berharap agar pesantren yang dikelolanya dapat mencetak orang-orang yang shaleh dan para ajengan (kyai) yang nantinya dapat memberi bimbingan keagamaan pada masyarakat. K.H. Choer Affandi (Alm) atau yang lebih dikenal dengan uwa ajengan, kerap memimpin senam kesegaran jasmani pada hari Jumat.
Visi dan misi dari pesantren ini adalah menyeru manusia untuk berbuat kebajikan dan melarang dari berbuat kejahatan. Dimana penjabarannya adalah sebagai berikut;
a. Mencetak pribadi muslim yang bertawakkal kepada Allah
b. Mencetak imam al-muttaqin
c. Mencetak ulama al-‘amilin
d. Terampil dalam membangun diri, agar kelak tidak menggantungkan diri pada orang lain.
e. Mencegah adanya manusia jahat yang timbul dari tidak adanya keimanan, karena kebodohan dan kesombongan yang akan merugikan Negara.


Salah satu cara pembentukan akhlak, adalah melalui Tasmida (Tabungan Santri Miftahul Huda) . Uang pemberian orang tua, tidak dapat disimpan oleh santri, akan tetapi disimpan di Tasmida. Pengambilan uang jajan dilakukan per satu minggu, dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing santri yang telah disepakati wali dengan pengurus pesantren.

3. Pesantren Pembangunan Sumur Bandung, Cililin, Bandung
Kehadiran lembaga pendidikan tahun 1972 ini, merupakan keinginan besar dari para founding fathersnya agar para santrinya dapat menjadi penerus ulama. Karenanya, visi pesantren ini, adalah mencetak kader ulama intelek dan intelektual ulama yang senantiasa mencerminkan akhlakul karimah dalam setiap sikap dan perbuatannya.
Seperti halnya absurditas pesantren lainnya di Indonesia, ketidakjelasan apakah pesantren “murni” atau berkolaborasi dengan madrasah dan atau sekolah terjadi juga di pesantren pembangunan Sumur Bandung ini. Walaupun demikian, yang lebih ditekankan adalah eksistensi Sekolah Menengah Aliyah-nya.

4. Pesantren Cipasung, Tasikmalaya
Di kalangan Nahdliyyin Jawa Barat, nama Pesantren Cipasung adalah fenomenal. Pesantren ini didirikan sekitar tahun 1931 oleh K.H. Ruhiyat (alm), pembinaan awalnya adalah generasi muda, yakni dengan dibentuk Madrasah Diniyah dan Kader Mubalig wal Musyawwirin. Fakta ini menunjukkan bahwa founding father dari pesantren ini memiliki pemikiran yang futuristic, bagaimana menyiapkan generasi yang akan datang agar lebih baik pada masanya. Maka, pembinaan generasi muda merupakan pilihan tepat, sehingga pada saat mereka dihadapkan pada problematika dan pilihan hidup yang dilemati, ia dapat bertahan dengan ajeg pada doktrin dan ideologi pesantren.
Kontekstualisasi, adalah kata yang tepat untuk menggambarkan respons pesantren Cipasung terhadap perubahan zaman. Hal itu dapat dilihat dari berbagai bentuk studi pendidikan yang berlangsung di pesantren tersebut sampai hari ini. Hal itu merupakan wujud dari visi pesantren yakni, dengan iman dan takwa, santri memiliki kecakapan hidup untuk menghadapi tantangan zaman dengan menguasai Bahasa Arab dan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

5. Pesantren al-Jawami, Cileunyi, Bandung
Pesantren Sindangsari, adalah cikal bakal pesantren al-Jawami yang dibangun pada tanggal 03 Mei 1931. Al-Jawami mengandung makna lengkap dan universal. Pendirian pesantren ini lebih banyak dikaitatkan dengan para ulama terkemuka di Jawa Barat, hatta ketua MUI pertama Jawa Barat adalah pendiri pesantren Sindangsari ini, yakni K.H. Muhammad Sudjai’ (alm).
Jika ditilik dari proses awal pembentukan pesantren al-Jawami, maka keterlibatan para alim ulama begitu sangat signifikan. Gaung pesantren ini tentu saja dikarenakan kontribusi mereka, sebab pada masa itu sulit bagi lembaga pendidikan manapun untuk mengekspose diri dengan menggunakan cara-cara advertisement seperti dewasa ini. Hal itu menandakan bahwa perilaku atau tingkah laku yang diimplementasikan para ulama lebih menarik bagi para calon santri, atau bahkan ekpektasi untuk menjadi seperti mereka adalah asa yang tinggi di dalam diri calon santri.






Artinya pembentukan akhlak atau karakter memang dimulai dari figur atau pimpinan lembaga pendidikan. Secara tidak langsung mekanisme itu menjadi model kampanye paling efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai yang dianggap baik oleh agama, hukum dan adat. Efeknya, hasil dari proses itu akan mengendap dan menjadi khas dalam diri santri-santri tersebut. Maka, sangat wajar jika pada fase selanjutnya ada istilah kultus individu atau bahkan taqlid, karena mereka adalah figur “paripurna” dalam pemahaman santri.























D. PENUTUP : KAJIAN TENTANG PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

Beberapa masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan karakter, adalah;
1. Istilah pendidikan karakter, tidak dikenal secara konstitusional di Negara kita. Yang ada dalam konstruksi tujuan pendidikan nasional adalah pendidikan akhlak (pasal 3 UU SPN No 20/2003). Artinya secara tidak langsung kita harus melacak dengan cermat dan komprehensif mengenai asal usul penggunaan istilah tersebut.
2. Secara ideologis, seperti dalam bukunya Doni Koesoema, istilah karakter nampaknya melupakan bagian Islam. Walaupun masih debatable dan interpretatif, akan tetapi dalam bukunya tersebut jelas menegasikan eksistensi pembentukan kepribadian, karakter, akhlak –atau apapun itu namanya- pada abad keemasan Islam, saat Rasullullah mensyiarkan Islam dengan jargonnya menyempurnakan keutamaan akhlak manusia.
Untuk itu perlu diperhatikan secara mendalam apa yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah) di Indonesia, Jawa Barat khususnya sehingga, diantaranya;
1. Niat untuk menggulirkan gagasan tersebut, adalah bagian dari ibadah kepada Allah Swt, bukan hanya kamuflase survival semata. Hal ini perlu dielaborasi lebih tajam, sehingga dapat menjiwai seluk beluk yang berkaitan dengan pembinaan karakter (akhlak).
2. Pembentukan karakter dimulai dari keinginan besar para pendiri, founding fathter, pemimpin, lembaga tersebut untuk menghasilkan generasi terbaik pada masanya.
3. Program-program yang dilaksanakan sebagai turunan dari keinginan besar itu harus berbentuk perilaku yang lebih riil, tidak lebih banyak pada kajian-kajian semata, atau dialektika.
4. Figur menjadi entri point penting. Maka, disamping program yang jelas harus disiapkan generasi ke generasi yang memahami benar maksud dari pendidikan karakter (akhlak) yang akan digulirkan. Hal ini untuk meminimalisir deviasi dari tujuan awal yang diharapkan.

Wallahu ‘alam
Permata Biru, 17102010

Psokolog Kepribadian


BAB I
PENDAHULUAN
Kepribadian sesuatu yang selalu menarik perhatian banyak pihak, sepanjang masa. Oleh karena itu semua orang memiliki sisi kepribadian yang menarik, akan tetapi tidak semua orang mampu mengeksplorasinya untuk mencapai keberhasilan. Dalam pergaulan masyarakat manusia, kepribadian merupakan sesuatu yang amat esensial. Kepribadian akan mewarnai setiap intraksi sosial. Begitu menariknya, kepribadian dibahas dalam berbagai buku, diseminarkan, diajarkan di sekolah-sekolah. Bahkan ada yang mendirikan lembaga yang khusus untuk mengembangkan kepribadian.
Dalam konteks akademis, kepribadian menjadi salah satu kajian dalam bidang psikologi, yang lahir dari pemikiran para ahli. Lalu muncullah teori kepribadian. Kajian yang objeknya manusia ini akan menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana kepribadian itu terbentukl.
Dalam terminologi islam kepribadian dapat disebut dengan akhlak. Begitu mulianya orang yang mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak terfuji, hingga Tuhan pun mengutus Nabi Muhammad Saw dengan misi menyempurnakan akhlak manusia, sebagai mana di sabdakan Nabi Saw:
“Innama bu’tstu li utammima makaarima-l akhlaaqi” (Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani: psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Sejak lahirnya ilmu psikologi pada akhir abad 18, kepribadian selalu menjadi salah satu topik bahasan yang penting. Psokologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya, yang dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian.
Akan tetapi pengertian atau definisi psikologi menurut beberapa sarjana psikologi modern yaitu:
1.      Clifford T. Morgan: “Psikologi adalah ilmu yang memperlajari tingkah laku manusia dan hewan.”
2.      Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld: “psikologi adalah studi tentang hakikat manusia”
3.      Garden Murphy: ”Psikologi adalah ilmu yang mempelajari respons yang diberikan oleh mahkluk hidup terhadap lingkungannya”.
Dapat disimpulkan definisi psikologi yang dikemukakan oleh para sarjana psikologi modern yaitu “Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.”
Kepribadian (personality) merupakan salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-temuan (hasil praktik penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah “human behaviour”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut.
Adapun kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan. Disini para aktor menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang seperti “saya seorang yang terbuka” atau “saya seorang yang pendiam,” (2) kesan umum seseorang tentang diri seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti “Dia agresif” atau “Dia jujur,” dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti “ Dia baik” atau “dia pendendam”.
Untuk memperoleh pemahaman tentang kepribadian ini, berikut di kemukakan beberapa pengertian  dari para ahli:
1.      Hall dan Lindzey mengemukakan bahwa secara populer, kepribadian dapat diartikan sebagai: (1) keterampilan atau kecakapan sosial (social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yang ditunjukan seseorang terhadap orang lain (seperti seseorang yang dikesankan sebagai orang yang agresif atau pendiam).
2.      Woodworth mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “kualitas tingkah laku total individu”.
3.      Dashiel mengartikan sebagai “gambara total seseorang tentang tingkah laku individu yang terorganisasi”.
4.      Allport mengemukakan pendapatnya tentang pengertian kepribadian ini, yaitu “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophsical systems that determine his unique adjustment to his evironment”. (kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik/jiwa raga yang menentukan penyesuainnya yang unik terhadap lingkungannya)
Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Dynamic, merujuk kepada perubahan kualitas perilaku individu, dari waktu ke waktu, atau dari situasi ke situasi.
·         Organization, yang menekankan pemolaan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen, yang masing-masing bagian tersebut mempunyai hubungan khusus satu sama lainnya. Ini mengartikan bahwa kiepribadian itu adanya keterkaitan antara sifa-sifat tersebut, yang satu sama lainnya saling berhubungan atau berinterelasi.
·         Psychophysical System, yang terdiri dari atas kebiasaan, sikap, emosi, sentiment, motif, keyakinan, yang kesemuaannya merupakan aspek psikis, juga mempunyai dasar fisik dalam diri individu, seperti: syaraf, kelenjar, atau tubuh individu secara keseluruhan.
·         Determine, yang menunjukan peranan motivasional sistem psikofisik. Dalam diri individu, sistem ini mendasari kegiatan-kegiatan yang khas, dan mempengaruhi bentuk-bentuknya.
·         Unique, yang merujuk pada keunikan atau keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya.



B.     Hakikat Kepribadian
1.      Makna Kepribadian
Mengenai makna kepribadian yang dikemukakan oleh Raymond Cattell seorang peneliti kepribadian dari inggris, bahwa ia menggagap upaya untuk mendefinisikan kepribadian secara rinci harus menunggu spesifikasi yang penuh dengan konsep-konsep pada saat seorang teoretis merencanakan untuk menggunakan konsepnya dalam studinya mengenai tingkah laku. Dia mengemukakan definisi keprbadian secara umum, yaitu: ”Personality is that which permits a prediction of what a person will do in a given situation”(kepribadian merupakan suatu yang prediktif tentang apa yang akan dilakukan oleh individudalam situasi tertentu)
Berdasarkan definisi tersebut, Cattell berpendapat bahwa tujuan penelitian psikologi mengenai kepribadian adalah menetapkan hukum-hukum mengenai apa yang akan dilakukan orang dalam berbagai situasi. Jadi kepribadian adalah persoalan mengenai segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
Dengan demikian jelaslah, bahwa penekanan Cattell dalam mempelajari kepribadian meliputi “all behaviour” (segala tingkah laku). Implikasi dari pendapat ini, bahwa pengertian tentang bagian-bagian kecil dari tingkah laku hanya dapat dimengerti secara sempurna, bila dilihat dalam kerangka kerja yang lebih luas dalam fungsi organisme secara lengkap.
a.      Traits
Raymond Cattel memandang kepribadian sebagai suatu struktur traits yang  beragam dan kompleks, dengan motivasinya (unsur pendorong) yang disebut “dynamic traits”. Konsep dia mengenai trait ini bermacam-macam, seperti specification equation, dan dynamic lattice.
Traits merupakan konsep yang paling penting dalam pendapat Cattell. Sebenarnya konsep-konsep yang lan di pandang sebagai bentuk-bentuk khusus dari traits.
Cattell berpendapat, bahwa traits merupakan “mental structure”, yaitu kesimpulan yang diambil dari tingkah laku yang dapat diamati, untuk menunjukan keajegan dan ketetapan dalam tingkah laku itu[1].
Traits ini berfungsi untuk mengintegrasikan kebiasaan, sikap, dan keterampilan kepada pola-pola berpikir, merasa, dan bertindak. Sementara konsep diri berfungsi untuk mengintegrasikan kapasitas-kapasitas psikologis dan prakarsa-prakarsa kegiatan.
Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Diartikan juga sebagai kecenderungan yang dipelajari untuk mereaksi rangsangan dari lingkungan.
Deskripsi di atas menggambarkan bahwa traits merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk (a) mengevaluasi situasi dan (b) mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.
a.      Karakteristik Traits
Setiap traits mempunyai tiga karakteristik: (a) uniqueness, kekhasan dalam berprilaku, (b) likebleness, yaitu bahwa traits itu ada yang disenangi (liked) dan ada yang tidak disenangi (unliked), sebab traits itu berkontribusi kepada keharmonisan atau tidak keharmonisan, kepuasan atau ketidakpuasan orang yang mempunyai traits tersebut. Traits yang disenangi seperti; jujur, murah hati dan bertanggung jawab. Sementara yang tidak disenangi seperti; egois, tidak sopan, dan kejam/ bengis. Sikap seseorang terhadap traits ini merupakan ini berrasal dari lingkungan sosialnya; dan (c) consistensy, artinya seseorang itu diharapkan dapat berprilaku atau bertindak secara ajeg.
Sama halnya dengan “self-concept”, “traits” pun dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor hereditas dan belajar. Faktor yang paling mempengruhi adalah (a) Pola asuh orang tua, dan (b) imitasi anak terhadap orang yang menjadi idolanya. Beberapa traits dipelajari secara “trial and error”, artinya belajar anak lebih bersifat kebetulan, seperti prilaku agresif dalam mereaksi frustasi. Contohnya: anak menangis sambil memecahkan vas bunga, gara-gara tidak dibelikan mainan yang diinginkannya. Apabila dengan buatan agresif itu, orang tua akhirnya membelikan mainan yang diinginkan anak, maka anak cenderung akan mengulangi perbuatan tersebut.
Anak juga belajar (memahami) bahwa traits atau sifat-sifat (karakteristik) dasar tertentu sangat dihargai (dijungjung tinggi) oleh semua kelompok budaya secara univesal, seperti; Kejujuran, resfek terhadap hak-hak orang lain, dan sikap apresiatif.



C.    KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN
Menurut Alexander A. Schneiders (1964), salah satu kata kunci dari definisi kepribadian adalah “penyesuaian (adjusment)”. Penyesuaian itu dapat diartikan sebagai:”suatu respon individu, baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, tegangan emosional, frustasi dan konfli; dan memelihara keharmonisan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan”.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan atau meemcahkan masalah yang di hadapi, ternyata tidak semua individu mampu menampilkannya secara wajar, normal atau sehat (well adjusment); di antara mereka banyak juga yang mengalaminya secara tidak sehat (maladjusment). Upaya ini E.B. Hurlock (1986) mengemukakn karakteristik penyesuaian sehat dan tidak sehat yang di tandai dengan.
a.       Mampu menilai diri secara realistik.
Setiap individu yang kepribadiannya sehat mampu menilai diri apa adanya, baik kelebihan maupun kelemahannya, menyangkut fisik dan kemampuannya.
b.      Mampu menilai situasi secara realistik.
Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerimanya secara wajar. Artinya dia mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai suatu yang harus sempurna.
c.       Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.
Individu dapat menilai prestasi (hasil yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Artinya ketika seseorang memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan dalam hidupnya, dia tidak sombong, angkuh atau mengalami “superiority complex”
d.      Menerima tanggung jawab.
Individu yang sehat adalah individu yang bertanggung jawab, artinya dia mempunyaii keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
e.       Kemandirian (autonomy)
Individu memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
f.       Dapat mengontrol emosi
Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat mengahadapi situasi frustasi, depresi atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif
g.      Penerimaan sosial
Individu dinilai positif oleh orang lain, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan memiliki interaksi yang baik dengan orang lain.
h.      Memiliki filsafat hidup
Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
Adapun kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti berikut:
a.       Mudah marah (tersinggung)
b.      Menunjukan kekhawatiran dan kecemasan
c.       Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
d.      Bersikap kejam
e.       Ketidakmampuan untuk menghindar dari prilaku menyimpang
f.       Mempunyai kebiasan berbohong
g.      Hiperaktif
h.      Senang mengkritik atau menvemooh orang lain
i.        Sulit tidur
j.        Kurang memiliki rasa tanggung jawab
k.      Bersifat pesimis dalam menghadapi kehidupan
l.        Sering mengalami pusing kepala
m.    Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan
D.    Jenis Kepribadian
Sekalipun kepribadian itu unik, yaittu berbeda pada tiap-tiap orang, tetapi ada sarjana-sarjana yang tetap berusaha mengolongkan kepribadian dalam beberapa jenis. Usaha ini adalah usaha yang sukar sekali, karena itu penggolongan yang mereka buat hanya dapat didasarkan pada satu atau dua aspek saja dari keseluruhan kepribadian. Beberapa diantara penggolongan kepribadian itu akan diuraikan di bawah ini.
·         Penggolongan menurut Kretschermer
Kretschmer (1888-1964) mendasarkan penggolongannya pada ciri-ciri fisik dan berorientasi kepada penyakit-penyakit kejiawan:
  1. Jenis Asthenis: bertubuh kurus, jangkung, mempunyai tempramen yang mirip dengan penderita skizofrenia.
  2. Jenis Atletis: bertubuh tegap, seperti olahragawan, mempunyai tempramen yang mirip dengan penderita epilepsi.
  3. Jenis Piknis: gemuk, pendek, mempunyai temprament mirip dengan penderita manis-depresif.
  4. Jenis Displatis: yang tidak termasuk ketiga jenis lainnya.
·         Penggolongan kepribadian Yunani Kuno
Hiprocrates (460-375 SM) berpendapat bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh proses-proses faali dalam tubuh, terutama oleh bekerjanya cairan-cairan dalam tubuh:
1.      Jenis Sanguinin: sangat, periang, dipengaruhi sebagian besar oleh darah.
2.      Jenis Fregmatik: lamban, tak bersemangat, yang paling berpengaruh adalah kelenjar lidah.
3.      Jenis Melankolik: sedih, murung, banyak dipengaruhi oleh empedu hitam.
4.      Jenis Kholerik: pemarah, cepat bereaksi, banyak dipengaruhi oleh empedu kuning.
Pada zaman modern ini, teori penggolongan seperti ini masih ada, yaitudengan berdasarkan proses-proses kimiawi dalm tubuh dan keseimbangan antar kelenjar-kelenjar.
·         Penggolongan kepribadian menurut Carl G. Jung
Sarjana dari Swiss in (1875-1961) mendasarkan penggolongannya pada tingkah laku atau karakteristik yang psikologis:
1.         Jenis Introver: dalam keadaan emosional atau konflik orang dengan kepribadian ini cenderung untuk menarik diri dam menyendiri. Ia pemalu dan lebih suka bekerja sendiri di laboratorium atau perpustakaan dari pada bekerja di tengah-tengah orang banyak.
2.         Jenis Ekstrover: orang dengan kepribadian ini kalau merasa tertekan akan menggabungkan diri di antaraorang banyak sehingga individualitasnya berkurang. Ia pemarah dan memilihj pekerjan-pekerjaan seperti pedagang, pekerja sosial, jurubicara, dan semacamnya, yaitu pekerjaan yang melibatkan orang-orang
3.         Jenis Ambiver: yaitu orang-orang yang tidak termasuk introver maupun ekstrover. Ciri kepribadiannya merupakan campuran dari kedua jenis tersebut.



E.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Kepribadian
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun kenyataan sering ditemukan adanya perubahan kepribadian. Perubahan itu terjadi dipengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kepribadian di antaranya sebagai berikut.
a.       Faktor fisik, seperti; gangguan otak, kurang gizi ( mal nutrisi), mengkonsumsi obat-obat terlarang (NAFZA atau NARKOBA), minuman keras, dan gangguan organik (sakit atau kecelakaan).
b.      Faktor lingkingan sosial budaya, seperti: krisis politik, ekonomi, dan keamanan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stres, depresi) dan masalah sosial (pengangguran, premanisme,  dan kriminalitas).
c.       Faktor diri sendiri, seperti: tekanan emosiaonal (frustasi yang berkepanjangan), dan indentifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang berkepribadian menyimpang.
Sedangkan Roy Newton mengemukakan dalam bukunya[2] bahwa perubahan-perubahan kepribadian dapat muncul melalui bragam sebab. Berikut beberapa yang paling umum.
1.      Kecelakaan dapat mengacukan keseimbangan kelenjar idividu dan mengakibatkanperubahan-perubahan dalam ukuran tubuh, suara, pertumbuhan rambut, kesiagaan mental, dan lain-lain. Kekacawan fisiologi semacam itu benar-benar mengubah temperamen dan kepribadian.
Seorang gadis kampus yang cantik dan populer mengalami kecelakaan mobil yang merusak wajahnya. Padahal sebelumnya dia telah, baik di SMU maupun kampus, aktif pada banyak kegiatan sosial dan atletik, tetapi kini di menjadi begitu sensitif dengan wajah-nya sehingga dia meninggalkan bangku kuliah dan tetap berada di rumah pada sebagian besar waktunya. Dengan demikian seluruh pola kehidupannya bebar-benar berubah.
2.      Perubahan kepribadian mungkin terjadi akibat dari perubahan lingkungan yang amat drastis. Seseorang mungkin pindah atau dipindahkan ke dalam lingkungan yang berbeda, atau lingkungan lamanya mengalami perubahan-perubahan yang mengejutkan. Anak-anak yang dipingit dari panti asuhandi bawah rata-rata dan diadopsi oleh keluarga kelas atas, sebagai contoh, akan mengelamai perubahan-perubahan kepribadian yang mencengangkan. Anak-anak ini dengan tidak sengaja mengubah diri, perubahan itu berangsur-angsur terjadi melalui tipe lingkungan yang lebih baik. Dalam kadar yang lebih rendah, orang dewasa akan berubah tanpa sadar dalam kepribadian ketika mereka berpindah ke tempat baru dan berbeda.
Apabila kita lebih dahulu mengetahui kalau lingkungan kita akan mempengaruhi kepribadian kita dalam kadar yang mencolok, maka hanyalah akal sehat, ketika memungkinkan, untuk memilih lingkungan yang akan mengembangkan sifat-sifat yang diinginkan.
3.      Krisis emosional bertanggung jawab atas beberapa ksus berubahnya kepribadian. Suatu jalinan asmara yang tidak bahagia dapat menyebabkan seseorang menjadi muak terhadap manusi, sedangkan jalinan asmara yang bahgia dapat meluluhkan dan mereformasi individu yang liar dan memberontak.
Koversai agama, dalam bentuk beribu-ribu contoh, telah mengubah individu begitu radikalnya sehingga mereka hampir tidak dapat dikenal lagi sama orang lain dan teman-temannya, contoh dalam buku Twice-Born Man memberikan banyak contoh bagaimana kehidupan bebar-benar di tata ulang melaalui konversi agama. Individu yang pole kepribadiannya adalah seorang pemabuk, mencuri, dan bandit telah, melalui pengaruh pengalaman religius yang dalam, berubah seutuhnya menjadi pola kepribadian yang penuh ketenangan, kejujuran dan kebijaksanaan.
4.      Kedewasaan norma masi dapat menjelaskan contoh-contoh lain perubahan kepribadian. Sebagian besar anak laki-laki mengalami perubahan kepribadian yang amat diamati dan kadang-kadang menghawatirkan ketiaka mereka mulai dewasa secara fisiologis, dan wanita juga seperti itu.
Selagi orang tumbuh lebih tua , merekasecara khas tumbuh lebih konsevatif; sebagian dari perubahan kepribadian tertentu yang agak mencolok.
5.      Perubahan-perubahan kepribadian kadang-kadang merupakan perubahan oleh individu itu sendiri. Terhadap perubahan kepribadian.
Sang individu merasakan perlunya peningkatan diri, mengalami dorongan kuat untuk meningkatkan diri, mengumpulkan data-data mengenai titik-titik kuat dan lemahnya, dan terakhir melaksanakan rencana sistematis ini, apabila dilaksanakan sungguh-sungguh dalam waktu yang cukup panjang, tidak dapat dipungkiri akan membimbing menuju peningkatan kepribadian.
Menurut Sugmund Freud Perubahan dalam kepribadian tidak bisa terjadi secara spontan, tetapi merupakan hasil pengamatan, pengalaman, tekanan dari lingkungan sosial budaya, rentang usia dan faktor-faktor dari individu:
·         Pengalaman Awal
Sigmund Freud menekankan tentang pentingnya pengalaman awal  (masa kanak kanak) dalam perkembangan kepribadian. Trauma kelahiran, pemisahan dari ibu adalah pengalaman yang sulit dihapus dari ingatan.
·         Pengaruh Budaya
Dalam menerima budaya anak mengalami tekanan untuk mengembangkan pola kepribadian yang sesuai dengan standar yang ditentukan budayanya.
·         Kondisi Fisik
Kondisi fisik berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepribadian seseorang. Kondisi tubuh meentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan seseorang. Secara tidak langsung seseorang akan merasakan tentang tubuhnya yang juga dipengaruhi oleh perasaan orang lain terhadap tubuhnya. Kondisi fisik yang mempengaruhi kepribadian antara lain adalah kelelahan, malnutrisi, gangguan fisik, penyakit menahun, dan gangguan kelenjar endokrin ke kelenjar tiroid (membuat gelisah, pemarah, hiperaktif, depresi, tidak puas, curiga, dan sebagainya).
·         Daya Tarik
Orang yang dinilai oleh lingkungannya menarik biasanya memiliki lebih banyak karakteristik kepribadian yang diinginkan dari pada orang yang dinilai kurang menarik, dan bagi mereka yang memiliki karakteristik menarik akan memperkuat sikap sosial yang menguntungkan.
·         Inteligensi
Perhatian lebih terhadap anak yang pandai dapat menjadikan ia sombong, dan anak yang kurang pandai merasa bodoh. Apabila berdekatan dengan orang yang pandai tersebut, dan tidak jarang memberikan perlakuan yang kurang baik.
·         Emosi
Ledakan emosional tanpa sebab yang tinggi dinali sebagai orang yang tidak matang. Penekanan ekspresi emosional membuat seseorang murung dan cenderung kasar, tidak mau bekerja sama dan sibuk sendiri.
·         Nama
Walaupun hanya sekedar nama, tetapi memiliki sedikit pengaruh terhadap konsep diri, namun pengaruh itu hanya terasa apabila anak menyadari bagaimana nama itu mempengaruhi orang yang berarti dalam hidupnya. Nama yang dipakai memanggil ,mereka (karena nama itu mempunyai asosiasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pikiran orang lain) akan mewarnai penilainya orang terhadap dirinya.
·         Keberhasilan dan Kegagalan
Keberhasilan dan kegagalan akan mempengaruhi konsep diri, kegagalan dapat merusak konsep diri, sedangkan keberhasilan akan menunjang konsep diri itu.
·         Penerimaan Sosial
Anak yang diterima dalam kelompok sosialnya dapat mengembangkan rasa percaya diri dan kepandaiannya. Sebaliknya anak yang tidak diterima dalam lingkungan sosialnya akan membenci orang lain, cemberut, dan mudah tersinggung.
·         Pengaruh Keluarga
Pengaruh keluarga sangat mempengaruhi kepribadian anak, sebab waktu terbanyak anak adalah keluarga dan di dalam keluarga itulah diletakkan sendi sendi dasar kepribadian.
·         Perubahan Fisik
Perubahan kepribadian dapat disebabkan oleh adanya perubahan kematangan fisik yang mengarah kepada perbaikan kepribadian. Akan tetapi, perubahan fisik yang mengarah pada klimakterium  dengan meningkatnya usia dianggap sebagai suatu kemunduran menuju ke arah yang lebih buruk.


DAFTAR PUSTAKA

Alwisol, (2009) Edisi Revisi Psikologi Kepribadian, Bandung: UMM PRESS
Sarwono, Sarlito W, (2003) Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: PT. Bulan Bintang
Newton, Roy, (2007) Great Personality Plus, Yogyakarta: Media Presindo
Nurhisan, Jatnika dan Yusuf, Syamsul LN., (2008) Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jaali, H. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara




[1] Teori kepribadian, Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. Dr. A. Juntika Nurihsan, M.Pd. hal 186-195
[2] Great Personality Plus.2007/Roy Newton